Hai!
Selamat membaca, semoga betah sampai akhir :)


Jumat, 25 Januari 2019 aku pulang dari kos ke rumah. Siang itu cukup mendung, tapi aku mencoba berpikir positif, ­alah ini cuma mendung semoga aja ngga hujan,sebenarnya untuk menenangkan diri saja sih. Aku mengendarai motor menyibak jalanan Solo yang tak terlalu ramai kala itu. Belum lama aku mengendarai motor, tiba-tiba hujan turun perlahan mulai dari rintik-rintik hingga cukup deras. Ya, seperti kebanyakan orang, aku menepi di depan rumah warga untuk mengggunakan jas hujan. Aku buka jok motor dan ku ambil sandal serta jas hujanku. Tiba-tiba muncul seorang wanita yang sudah cukup sepuh dari dalam rumah. “Bu, nderek ngiyup nggeh,”­izinku kepada si Ibu karena aku sembarangan berhenti di depan rumahnya. “Enggeh Mbak, mboten nopo-nopo. Mriki mlebet riyin mawon, udan deres Mbak,” balas si Ibu dengan hangat diantara dinginnya hujan. Sembari aku mengganti sepatu dengan sandal dan memakai jas hujan, kami terlibat dalam obrolan santai namun hangat. Si Ibu dengan jiwa keibuan dan kehangatannya membuatku bersyukur karena telah dipertemukan dengan beliau. Aku adalah orang asing yang tiba-tiba berhenti di depan rumahnya namun si Ibu dengan hangat dan ramah mempersilakanku untuk berteduh bahkan beliau mengajakku untuk berteduh di dalam rumahnya sembari menunggu hingga hujan tak lagi turun. Kenapa si Ibu tidak berpikir, kalau anak ini orang jahat gimana ya, hal-hal negatif tentangku tetapi malah dengan santainya mempersilakanku untuk berteduh di rumahnya. Jawabannya adalah aku juga tidak tau hahaha, tapi aku yakin si Ibu adalah orang baik. Orang baik ­memang begitu, meminimalisir bahkan tidak berpikir buruk untuk apapun dan selalu berpikir positif untuk apapun. Terima kasih Ibu untuk kebaikan-kebaikan yang telah Ibu berikan, semoga Ibu selalu diberkahi dan selalu bahagia. Oh iya, aku juga berharap kita dapat bertemu lagi, see u when I see u, Ibu.

Jas hujan sudah kupakai, sandal sebagai alas kaki, pamit kepada si Ibu dan kulanjutkan perjalanan pulang. Hujan mengguyur jalanan semakin deras, beruntungnya angin tak membersamainya. Lubang-lubang yang ada di jalan terisi penuh dengan air hujan hingga air berwarna coklat keruh. Doaku dikala melihat lubang itu hanya dua. Yang pertama, semoga para pengendara kendaraan berhati-hati dan tidak teripu oleh lubang itu, disangkanya dangkal eh malah salah. Yang kedua adalah semoga tidak ada lagi spam kata-kata indah atau puisi tentang genangan air hujan yang selalu dikaitkan dengan kenangan mantan, heu heu heu. Bosan aku tu baca spam story tentang begituan dan tak jarang yang hanya modal copy paste wkwk. Semakin sore, jalanan semakin ramai. Orang-orang berlalu lalang menikmati hujan dengan cara mereka sendiri. Para pengemudi tetap fokus berkendara untuk meminimalisir terjadinya laka. Walau hujan turun cukup lebat, ada juga pengendara motor roda dua yang tidak mengenakan jas hujan. Aku tak tahu apa tujuan dan manfaat hal tersebut. Namun, aku mencoba untuk berpikir positif atau lebih kepada tidak mau ambil pusing tentang apa yang orang lain lakukan.

Seperti biasanya, aku melewati jalanan yang memang menjadi jalan pulang ke rumah. Sampai akhirnya aku tiba di jalan kampung yang sepi dari kendaraan bermotor. Aku sedikit mengurangi kecepatan ketika berkendara di jalan kampung baik hujan maupun hujan sedang tak turun, takut ada anak kecil atau hewan tiba-tiba nyelonong ke jalan cyinnnn. Dan benar adanya, aku berpapasan dengan tiga orang anak laki-laki yang sedang berjalan di tepi jalan, lebih tepatnya sih bermain air sambil ­bermain hujan. Aku tak berpikir aneh-aneh dan ku anggap biasa saja ketiga anak kecil itu. Karena memang sangat lumrah jika ada anak kecil yang bermain genangan air bekas hujan bersama teman-teman sebayanya. Tiba-tiba saja, ketika aku pas sekali berpapasan dengan ketiga anak kecil itu, si anak kedua tanpa dosa dan tertawa bahagia memercikkan sedikit-banyak air dari genangan berwana coklat ke arahku dengan kaki mungilnya itu. Disusul dengan balasan lisan si anak ketiga untuk perbuatan anak kedua, goblok kowe ki, aku mendengar kalimat itu dengan samar karena aku memilih tetap melanjutkan perjalanan daripada berhenti untuk memaki anak kecil itu. Deg¸ sontak aku terkejut dengan apa yang telah terjadi dan lebih kaget lagi mendengar kata-kata yang keluar dari mulut si anak ketiga *alay memang*. Beberapa meter dari tempat kejadian, aku berpikir ulang tentang kejadian cipratan air itu. Kenapa aku nggak berhenti terus misuh ke anak kecilnya ya, kenapa aku nggak sebel dan marah sama anak kecilnya ya, kenapa kok aku malah acuh tak acuh sama anak kecilnya ya, kenapa kok aku sabar banget sih..., kurang lebih begitu lah pertanyaan-pertanyaan yang terngiang di pikiranku. Aku juga tak tahu kenapa aku tidak melakukan hal buruk dan lebih memilih berusaha melakukan hal baik yaitu sabar. Mungkin air hujan mendinginkan pikiran dan badanku untuk tidak melakukan hal buruk. Mungkin juga Allah nggak mau aku nambah dosa lagi dengan misuh atau alasan-alasan yang lain. Aku bersyukur dan berterima kasih kepada apapun dan siapapun yang menahanku untuk tidak berteman dengan amarahku. Aku juga berterima kasih kepada ketiga anak kecil yang telah mengajariku cara menikmati hujan dengan cara mereka. Terima kasih ya, Dek. Semoga lain kali nggak usil lagi buat ciprat-ciprat air dan orang yang lagi lewat jadi sasarannya. See u, Dek. Hujan masih setia menemani perjalananku hingga sampai di rumah tercinta. Sesampainya di rumah, segera ku melepas jas hujan, meletakkan tas, dan mandi karena Ibu ku bilang bahwa setelah kehujanan harus mandi lengkap dengan shampoan, biar nggak sakit nantinya. Ya sudah deh, aku mandi nurut sama Ibu.

Terima kasih sudah membaca sampai akhir.
Maaf karena tulisan ini sungguh sangat tidak layak dikatakan sebagai sebuah tulisan.
Semoga bermanfaat untuk semua, Aamiin!







Comments

  1. Tulisanmu lumayan, aku mengenalmu dan mungkin kamu mengenalku. Tulisanmu bukan seperti apa yang kubayangkan tentangmu, ternyata kamu lebih hebat. Sabarmu bertolak belakang dengan sikap dinginmu. Good job.

    ReplyDelete
  2. Oh iya jangan lupa menulis lagi, aku menantikan tulisanmu selanjutnya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

One Fun Day

Pukul Tujuh Malam

TEORI MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM OLIVA