Jumog dan lesehan pinggir kali

    Hallo semuanya! Jumpa lagi. Gimana nih, kabar resolusi 2020 yang dikoar-koarin awal tahun kemarin? Kabar baik atau malah kabar buruk? Semoga yang terbaik ajaa yaa, aamiin. Udah ah basa-basinya, selamat membaca dan semoga bermanfaat!

 

25 Desember 2020.

    Tawangmangu, kita berjumpa kembali. Senang sekali, akhirnya ke Tawangmangu setelah beberapa kali wacana dan cuma bisa main virtual dengan cara menjadi penonton story dan post-an orang lain tentang TW.

 Bil, besok pas kamu ke Solo ke TW yuk!

Ih kangen TW, main ke TW yuk?!

Ayo ke TW, pengen banget ke sana.

     Ngajak doang tapi nggak segera nentuin tanggal main mah sama aja bohong, ya nggak sih? Udah capek sama yang namanya wacana. Banyak plan yang udah disusun untuk direalisasikan di tahun ini, tapi berakhir wacana semata. Sebaliknya, banyak hal yang terjadi tanpa rencana. Tbh, sempat sedih karena ada banyak hal yang akhirnya ditunda atau bahkan batal direalisasikan yang seharusnya bisa terealisasi tahun ini. Tapi, ternyata masih banyak banget hal yang membuatku beryukur karena telah berproses dan melewati tahun ini.

     Pada segmen Mata Najwa Gelap Terang 2020, ada kutipan dari Bu Susi Pudjiastuti yang menyadarkan kita akan peran dan keterbatasan manusia. “Saya makin percaya bahwa manusia memang boleh berencana, tapi at the end of the day Tuhan yang menentukan dan kita hanya bisa menyesuaikan dengan itu. Kita bekerja, kita berencana to the best we can”. Manusia hanya bisa berencana, hanya bisa berharap, tidak bisa memilih takdir, dan tidak bisa memilih nasib. Karena selebihnya, Tuhan yang akan mengatur dan menentukan.

    Jumat kemarin, kami, aku dan Mbak Liesty, sengaja berangkat main lebih pagi supaya pulang tidak terlalu larut. Saking paginya kami berangkat, destinasi pertama yang ingin kami datangi, Rumah Atsiri Indonesia, masih sepi poll alias belum buka. Jika kalian mengira kami sudah merencanakan ke Rumah Atsiri jauh-jauh hari sebelum hari-H, kalian salah! Saking gatau mau kemananya, tiba-tiba lihat plang Rumah Atsiri di kanan jalan, yaudah deh dengan sotoy-­nya kami belok kanan dan ngikutin jalan sampai ketemu Rumah Atisiri. Eh pas sudah sampai di depan Rumah Atsiri, kok gerbangnya masih ditutup. Jadilah kami ngegembel sebentar di depan Rumah Atsiri sembari mencari next stop di Google Maps. View di depan Rumah Atisiri lumayan cakep, hamparan sawah dan hijaunya pepohonan Gunung Lawu adalah kombinasi yang cucok deh. Maaf ya, kami lupa mengambil foto, ya saking panasnya dan sibuk nyari tempat wisata. WKWKWWK ALESAN TEROS!

    Setelah berselancar mencari tempat wisata di Google Maps sebentar, akhirnya kami memutuskan untuk on the way ke Air Terjun Jumog. Terima kasih Google Maps, kamu sangat membantu kami yang buta tempat wisata di TW ini. Lagi-lagi, Google Maps membantu perjalanan kami ke Jumog wkwkwk. Kondisi jalan yang rusak, banyak lubang sana-sini, sebentar naik lalu turun, membuatku tidak sabar ingin sampai di Jumog sesegera mungkin. Kesel je, numpak motor terus ket esuk, pengen lek ndang uwis wkwk sambat teros.

    Sesampainya di lokasi, tidak ada banyak mobil dan motor yang terparkir, mungkin karena masih pagi juga sih ya. Sebelum loket masuk, disediakan wastafel dan sabun untuk pengunjung mencuci tangannya sebelum masuk ke Jumog. Tepat di depan kaca loket juga disediakan hand sanitizer oleh pengelola. Jangan lupa cuci tangan atau menggunakan hand sanitizer terlebih dulu, ya! Kami hanya perlu membayar 20 ribu untuk dua tiket masuk, which is satu orangnya cukup membayar 10 ribu saja. Wahahah sok-sokan wicas wicis, padahal EAP aja ikut make up.

    Khas tempat wisata pada umumnya, banyak warung-warung makan, begitu pula di Jumog. Tapi, hal yang membuatnya berbeda adalah lesehan tempat makannya ada di pinggir kali. Berjejer banyak gitu di pinggir-pinggir kali, asyik banget kelihatannya. Hanya perlu berjalan kaki kurang lebih 5 menit, kami sudah sampai di depan air terjunnya. Berhubung ini musim hujan dan pasti bebatuannya licin, jadi yasudah kami memandang air terjun dari jauh saja, takut kepleset kalau dekat-dekat wkwk alasan terus.


Kelihatan ngga ada bidadari-bidadari lagi mandi di situ? Canda sayang wahahaha ampun.


Jangan lupa tetap pakai masker!

     Setelah puas mengambil gambar dan menikmati indahnya Air Terjun Jumog, kami memutuskan untuk membeli mie rebus lalu makan di pinggir kali. Dihitung sarapan bukan, tapi belum masuk makan siang juga, jadiiiii brunch with the river view wahaha. Makan mie rebus yang tidak usah diragukan lagi gimana rasanya, ditemani suara alir sungai yang menenangkan, ditambah dengan dinginnya Tawang Mangu adalah perpaduan yang pas pokoknya, asique nggak tuh wkwkwk. Kesimpulannya adalah dolan ke manapun, mie rebus menjadi solusi ketika lapar. Tapiii, jangan ditiru ya, teman-teman hehew.



    Oiya, buat teman-teman yang ingin dolan atau bepergian ke manapun, jangan lupa hand sanitizer-nya yaa. Waktu dolan ke Jumog kemarin, aku bawa air mineral, hand sanitizer, dan mukena dari rumah yang pasti sudah terjamin kebersihannya daripada mukena dari tempat sholat di tempat wisata. Karena sekarang dan seterusnya yang terpenting adalah kesehatan dan keselamatan kita semua. Sayonara Jumog, sayonara juga Mbak Liesty!

 

Stay healthy and happy, everyone!

 

 

 

 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

One Fun Day

Pukul Tujuh Malam

TEORI MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM OLIVA